Health Akbar Post
Kesehatan/Edukasi diabetes adalah suatu proses pendidikan kesehatan yang berkesinambungan dan perlu dilakukan beberapa pertemuan untuk menyegarkan dan mengingat kembali prinsip-prinsip penatalaksanaan diabetes.

Diabetes adalah penyakit yang berlangsung lama atau kronis serta ditandai dengan kadar gula (glukosa) darah yang tinggi atau di atas nilai normal. Glukosa yang menumpuk di dalam darah akibat tidak diserap sel tubuh dengan baik dapat menimbulkan berbagai gangguan organ tubuh. Jika diabetes tidak dikontrol dengan baik, dapat timbul berbagai komplikasi yang membahayakan nyawa penderita.

Glukosa merupakan sumber energi utama bagi sel tubuh manusia. Kadar gula dalam darah dikendalikan oleh hormon insulin yang diproduksi oleh pankreas, yaitu organ yang terletak di belakang lambung. Pada penderita diabetes, pankreas tidak mampu memproduksi insulin sesuai kebutuhan tubuh. Tanpa insulin, sel-sel tubuh tidak dapat menyerap dan mengolah glukosa menjadi energi.
Jenis-jenis Diabetes

Secara umum, diabetes dibedakan menjadi dua jenis, yaitu diabetes tipe 1 dan tipe 2. Diabetes tipe 1 terjadi karena sistem kekebalan tubuh penderita menyerang dan menghancurkan sel-sel pankreas yang memproduksi insulin. Hal ini mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah, sehingga terjadi kerusakan pada organ-organ tubuh. Diabetes tipe 1 dikenal juga dengan diabetes autoimun. Pemicu timbulnya keadaan autoimun ini masih belum diketahui dengan pasti. Dugaan paling kuat adalah disebabkan oleh faktor genetik dari penderita yang dipengaruhi juga oleh faktor lingkungan.

Diabetes tipe 2 merupakan jenis diabetes yang lebih sering terjadi. Diabetes jenis ini disebabkan oleh sel-sel tubuh yang menjadi kurang sensitif terhadap insulin, sehingga insulin yang dihasilkan tidak dapat dipergunakan dengan baik (resistensi sel tubuh terhadap insulin). Sekitar 90-95% persen penderita diabetes di dunia menderita diabetes tipe ini.

Selain kedua jenis diabetes tersebut, terdapat jenis diabetes khusus pada ibu hamil yang dinamakan diabetes gestasional. Diabetes pada kehamilan disebabkan oleh perubahan hormon, dan gula darah akan kembali normal setelah ibu hamil menjalani persalinan.
Gejala Diabetes

Diabetes tipe 1 dapat berkembang dengan cepat dalam beberapa minggu, bahkan beberapa hari saja. Sedangkan pada diabetes tipe 2, banyak penderitanya yang tidak menyadari bahwa mereka telah menderita diabetes selama bertahun-tahun, karena gejalanya cenderung tidak spesifik. Beberapa gejala diabetes tipe 1 dan tipe 2 meliputi:

Sering merasa haus.
Sering buang air kecil, terutama di malam hari.
Sering merasa sangat lapar.
Turunnya berat badan tanpa sebab yang jelas.
Berkurangnya massa otot.
Terdapat keton dalam urine. Keton adalah produk sisa dari pemecahan otot dan lemak akibat tubuh tidak dapat menggunakan gula sebagai sumber energi.
Lemas.
Pandangan kabur.
Luka yang sulit sembuh.
Sering mengalami infeksi, misalnya pada gusi, kulit, vagina, atau saluran kemih.

Beberapa gejala juga bisa menjadi tanda bahwa seseorang mengalami diabetes, antara lain:

Mulut kering.
Rasa terbakar, kaku, dan nyeri pada kaki.
Gatal-gatal.
Disfungsi ereksi atau impotensi.
Mudah tersinggung.
Mengalami hipoglikemia reaktif, yaitu hipoglikemia yang terjadi beberapa jam setelah makan akibat produksi insulin yang berlebihan.
Munculnya bercak-bercak hitam di sekitar leher, ketiak, dan selangkangan, (akantosis nigrikans) sebagai tanda terjadinya resistensi insulin.

Beberapa orang dapat mengalami kondisi prediabetes, yaitu kondisi ketika glukosa dalam darah di atas normal, namun tidak cukup tinggi untuk didiagnosis sebagai diabetes. Seseorang yang menderita prediabetes dapat menderita diabetes tipe 2 jika tidak ditangani dengan baik. Seseorang akan lebih mudah mengalami diabetes tipe 1 jika memiliki faktor-faktor risiko, seperti:

Memiliki keluarga dengan riwayat diabetes tipe 1.
Menderita infeksi virus.
Orang berkulit putih diduga lebih mudah mengalami diabetes tipe 1 dibandingkan ras lain.
Bepergian ke daerah yang jauh dari khatulistiwa (ekuator).
Diabetes tipe 1 banyak terjadi pada usia 4-7 tahun dan 10-14 tahun, walaupun diabetes tipe 1 dapat muncul pada usia berapapun.

Sedangkan pada kasus diabetes tipe 2, seseorang akan lebih mudah mengalami kondisi ini jika memiliki faktor-faktor risiko, seperti:

Kelebihan berat badan.
Memiliki keluarga dengan riwayat diabetes tipe 2.
Kurang aktif. Aktivitas fisik membantu mengontrol berat badan, membakar glukosa sebagai energi, dan membuat sel tubuh lebih sensitif terhadap insulin. Kurang aktif beraktivitas fisik menyebabkan seseorang lebih mudah terkena diabetes tipe 2.
Usia. Risiko terjadinya diabetes tipe 2 akan meningkat seiring bertambahnya usia.
Menderita tekanan darah tinggi (hipertensi).
Memiliki kadar kolesterol dan trigliserida abnormal. Seseorang yang memiliki kadar kolesterol baik atau HDL (high-density lipoportein) yang rendah dan kadar trigliserida yang tinggi lebih berisiko mengalami diabetes tipe 2.

Khusus pada wanita, ibu hamil yang menderita diabetes gestasional dapat lebih mudah mengalami diabetes tipe 2. Selain itu, wanita yang memiliki riwayat penyakit polycystic ovarian syndrome (PCOS) juga lebih mudah mengalami diabetes tipe2

Gejala diabetes biasanya berkembang secara bertahap, kecuali diabetes tipe 1 yang gejalanya dapat muncul secara tiba-tiba. Dikarenakan diabetes seringkali tidak terdiagnosis pada awal kemunculannya, maka orang-orang yang berisiko terkena penyakit ini dianjurkan menjalani pemeriksaan rutin. Di antaranya adalah:

Orang yang berusia di atas 45 tahun.
Wanita yang pernah mengalami diabetes gestasional saat hamil.
Orang yang memiliki indeks massa tubuh (BMI) di atas 25.
Orang yang sudah didiagnosis menderita prediabetes.

Tes gula darah merupakan pemeriksaan yang mutlak akan dilakukan untuk mendiagnosis diabetes tipe 1 atau tipe 2. Hasil pengukuran gula darah akan menunjukkan apakah seseorang menderita diabetes atau tidak. Dokter akan merekomendasikan pasien untuk menjalani tes gula darah pada waktu dan dengan metode tertentu. Metode tes gula darah yang dapat dijalani oleh pasien, antara lain:

Tes gula darah sewaktu. Tes ini bertujuan untuk mengukur kadar glukosa darah pada jam tertentu secara acak. Tes ini tidak memerlukan pasien untuk berpuasa terlebih dahulu. Jika hasil tes gula darah sewaktu menunjukkan kadar gula 200 mg/dL atau lebih, pasien dapat didiagnosis menderita diabetes.

Tes gula darah puasa. Tes ini bertujuan untuk mengukur kadar glukosa darah pada saat pasien berpuasa. Pasien akan diminta berpuasa terlebih dahulu selama 8 jam, kemudian menjalani pengambilan sampel darah untuk diukur kadar gula darahnya. Hasil tes gula darah puasa yang menunjukkan kadar gula darah kurang dari 100 mg/dL menunjukkan kadar gula darah normal. Hasil tes gula darah puasa di antara 100-125 mg/dL menunjukkan pasien menderita prediabetes. Sedangkan hasil tes gula darah puasa 126 mg/dL atau lebih menunjukkan pasien menderita diabetes.

Tes toleransi glukosa. Tes ini dilakukan dengan meminta pasien untuk berpuasa selama semalam terlebih dahulu. Pasien kemudian akan menjalani pengukuran tes gula darah puasa. Setelah tes tersebut dilakukan, pasien akan diminta meminum larutan gula khusus. Kemudian sampel gula darah akan diambil kembali setelah 2 jam minum larutan gula. Hasil tes toleransi glukosa di bawah 140 mg/dL menunjukkan kadar gula darah normal. Hasil tes tes toleransi glukosa dengan kadar gula antara 140-199 mg/dL menunjukkan kondisi prediabetes. Hasil tes toleransi glukosa dengan kadar gula 200 mg/dL atau lebih menunjukkan pasien menderita diabetes.

Tes HbA1C (glycated haemoglobin test). Tes ini bertujuan untuk mengukur kadar glukosa rata-rata pasien selama 2-3 bulan ke belakang. Tes ini akan mengukur kadar gula darah yang terikat pada hemoglobin, yaitu protein yang berfungsi membawa oksigen dalam darah. Dalam tes HbA1C, pasien tidak perlu menjalani puasa terlebih dahulu. Hasil tes HbA1C di bawah 5,7 % merupakan kondisi normal. Hasil tes HbA1C di antara 5,7-6,4% menunjukkan pasien mengalami kondisi prediabetes. Hasil tes HbA1C di atas 6,5% menunjukkan pasien menderita diabetes.

Hasil dari tes gula darah akan diperiksa oleh dokter dan diinformasikan kepada pasien. Jika pasien didiagnosis menderita diabetes, dokter akan merencanakan langkah-langkah pengobatan yang akan dijalani. Khusus bagi pasien yang dicurigai menderita diabetes tipe 1, dokter akan merekomendasikan tes autoantibodi untuk memastikan apakah pasien memiliki antibodi yang merusak jaringan tubuh, termasuk pankreas.
Pengobatan Diabetes

Pasien diabetes diharuskan untuk mengatur pola makan dengan memperbanyak konsumsi buah, sayur, protein dari biji-bijian, serta makanan rendah kalori dan lemak. Pasien diabetes dan keluarganya dapat berkonsultasi dengan dokter atau dokter gizi untuk mengatur pola makan sehari-hari.

Untuk membantu mengubah gula darah menjadi energi dan meningkatkan sensitivitas sel terhadap insulin, pasien diabetes dianjurkan untuk berolahraga secara rutin, setidaknya 10-30 menit tiap hari. Pasien dapat berkonsultasi dengan dokter untuk memilih olahraga dan aktivitas fisik yang sesuai.

Pada diabetes tipe 1, pasien akan membutuhkan terapi insulin untuk mengatur gula darah sehari-hari. Selain itu, beberapa pasien diabetes tipe 2 juga disarankan untuk menjalani terapi insulin untuk mengatur gula darah. Insulin tambahan tersebut akan diberikan melalui suntikan, bukan dalam bentuk obat minum. Dokter akan mengatur jenis dan dosis insulin yang digunakan, serta memberitahu cara menyuntiknya.

Pada kasus diabetes tipe 1 yang berat, dokter dapat merekomendasikan operasi pencangkokan (transplantasi) pankreas untuk mengganti pankreas yang mengalami kerusakan. Pasien diabetes tipe 1 yang berhasil menjalani operasi tersebut tidak lagi memerlukan terapi insulin, namun harus mengonsumsi obat imunosupresif secara rutin.

Pada pasien diabetes tipe 2, dokter akan meresepkan obat-obatan, salah satunya adalah metformin, obat minum yang berfungsi untuk menurunkan produksi glukosa dari hati. Selain itu, obat diabetes lain yang bekerja dengan cara menjaga kadar glukosa dalam darah agar tidak terlalu tinggi setelah pasien makan, juga dapat diberikan.

Pasien diabetes harus mengontrol gula darahnya secara disiplin melalui pola makan sehat agar gula darah tidak mengalami kenaikan hingga di atas normal. Selain mengontrol kadar glukosa, pasien dengan kondisi ini juga akan diaturkan jadwal untuk menjalani tes HbA1C guna memantau kadar gula darah selama 2-3 bulan terakhir.

Dalam program pengobatan sebagian besar penyakit mungkin tidak terlalu perlu untuk memberikan pengertian yang mendalam mengenai penyakitnya tersebut kepada pasien selama instruksi yang diberikan kepadanya memadai, tetapi hal ini berbeda, sebab pengobatan diabetes memerlukan keseimbangan antara pengobatan dan kegiatan sehari-hari yang merupakan kegiatan yang integral dari kegiatan rutin, seperti: makan, tidur, olahraga bekerja dan lain-lain. Untuk memenuhi keseimbangan ini diperlukan edukasi yang dapat membantu pasien hingga merasa dirinya lebih sehat, memperbaiki kontrol diabetes, mencegah komplikasi dan akhirnya juga mengurangi biaya pengobatan.

Perawatan yang berkualitas hanya dicapai bila didapat kerjasama antara pasien yang mendapat informasi dari pelaksanaan kesehatan. Edukasi perlu dilakukan oleh suatu tim yang dapat diberikan secara individual maupun kelompok, baik bagi klien maupun keluarganya.
Pada tahun 1997 telah didirikan PEDI (Perhimpunan Edukator Diabetes Indonesia)yang anggotanya terdiri dari: perawat, dokter ahli gizi dan di negara maju ditambah pediatris (ahli luka), psikolog dan pekerja sosial.

Download Asuhan Keperawatan Pendidikan Kesehatan Diabetes Melitus

ASKEP 1 Download

ASKEP 1 Download

Posting Komentar

[random][video]
Diberdayakan oleh Blogger.