Akbarpost/Penyakit Difteria adalah suatu infeksi akut yang mudah menular, dan yang sering diserang terutama saluran pernafasan bagian atas, dengan tanda khas timbulnya “Pseudomembran”. Kuman juga melepaskan ekksotoksin yang dapat menimbulkan gejala umum dan local (Ngastidin.2002). Difteriamerupakan suatu penyakit infeksi akut yang sangat menular, disebabkan oleh Corynebacterium Diphtheriae dengan ditandai pembentukan Pseudomembran pada kulit dan/ atau mukosa.(IDAI).
Difteri adalah infeksi akut yang disebabkan oleh basil Corynebacterium diphtheriare. Umumnya menyerang saluran pernapasan atas, basil ini awalnya akan membentuk pseudomembran (lapisan putih keabu- abuan) dan menghasilkan toksin yang mulanya bersifat lokal. Namun, secara perlahan toksin ini akan menyebar ke seluruh tubuh lewat saluran getah bening dan pembuluh darah. Dampaknya, pasien berisiko besar mengalami infeksi di beberapa organ penting tubuh, semisal kelenjar getah bening, jantung, ginjal, dan jaringan saraf.
Kuman hidup dan berkembang biak pada saluran nafas bagian atas, tetapi dapat juga pada vulva, kulit, mata, walaupun jarang terjadi. Pada tempat-tempat tersebut kuman membentuk Pseudomembran dan melepaskan eksotoksin. Pseudomembran timbul lokal kemudian menjalar dari faring, tonsil, laring, dan saluran nafas atas. Kelenjar getah bening sekitarnya akan membengkak dan mengandung toksin. Eksotoksin bila mengenai jaringan saraf perifer sehingga timbul paralisis terutama oto-otot pernafasan. Toksin juga dapat menimbulkan nekrosis fokal pada hati dan ginjal, yang dapat menimbulkan nefritis interstitialis.
Difteri adalah infeksi akut yang disebabkan oleh basil Corynebacterium diphtheriare. Umumnya menyerang saluran pernapasan atas, basil ini awalnya akan membentuk pseudomembran (lapisan putih keabu- abuan) dan menghasilkan toksin yang mulanya bersifat lokal.
Difteri pernah menjadi penyebab utama kematian anak-anak secara global. Di AS, tercatat 206.000 kasus penyakit ini pada tahun 1921; dengan 15.520 kasus di antaranya berakhir dengan kematian. Pasca ditemukan vaksinnya, angka kasus penyakit ini kemudian turun secara dratis -setidaknya itulah yang tercermin di AS dan negara-negara lainnya. Indonesia termasuk negara endemik difteria; dengan jumlah kasus tertinggi menimpa anak usia 2-5 tahun. Namun, demografi ini terbukti dapat ditekan jumlahnya dengan penerapan jadwal imunisasi yang teratur dan tepat waktu.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, difteri disebabkan oleh infeksi Corynebacterium diphtheriare. Basil ini dapat menular dari orang ke orang melalui berbagai cara, mulai dari kontak langsung hingga paparan lendir (ingus).
Waspada! Selain keluar saat pasien batuk atau bersin, lendir juga dapat menempel di benda-benda rumah tangga. Nah, ketika Anda memakai alat tersebut, maka besar kemungkinan Anda akan turut terkena penyakit yang sama. Selain menempel di benda rumah tangga, lendir juga bisa menginfeksi tubuh lewat luka basah/terbuka. Karenanya, ada baiknya bagi Anda untuk menghindari kontak dengan penderita; setidaknya hingga luka mulai mengering.
Berikut beberapa faktor yang menyebabkan seseorang lebih berisiko terkena penyakit ini:
- Tinggal di lingkungan yang padat penduduk
- Kurang mendapatkan asupan gizi dan nutrisi yang baik
- Tinggal di area yang tidak terjangkau layanan kesehatan
- Latar belakang sosial & ekonomi yang rendah
Gejala difteri biasanya muncul 2-6 hari setelah tubuh terpapar basil. Tanda khas penyakit ini adalah ditemukannya lapisan putih keabu- abuan pada tenggorokan. Lapisan ini terbentuk dari akumulasi sel- sel dinding saluran napas yang rusak akibat toksin yang dikeluarkan oleh bakteri. Lebih lanjut, toksin yang dihasilkan pun dapat memicu beragam keluhan, seperti tubuh lemas, nyeri tenggorokan, demam, dan pembengkakan pada leher (dikenal dengan istilah ‘leher kerbau’ atau bull neck).
Gejala umum: demam ringan-sedang, lemas, dan nyeri kepala. Manifestasi spesifik (sesuai lokalisasi), seperti pilek, nyeri menelan, sesak napas, serta napas mengorok. Manifestasi lokal: Difteri Hidung , ditandai dengan pilek ringan serta produksi ingus kental berwarna kuning. Difteri tonsil (amandel), ditandai dengan demam ringan, munculnya lapisan putih keabuan, nyeri tenggorokan, nyeri menelan, perubahan suara,serta pembesaran kelenjar getah bening. Laringotrakeal, ditandai dengan terhambatnya saluran pernapasan. Hal ini terjadi karena infeksi sudah menyebar hingga ke faring.
Difteri kulit, biasanya mendera daun telinga, selaput mata, pusar, serta vagina.
Untuk mendiagnosa kondisi pasien, dokter akan menelaah beberapa aspek, seperti manifestasi klinis, pemeriksaan labratorium berupa tes dahak, kultur dari usap tenggorok, serta riwayat imunisasi. Jika hasilnya dirasa kurang komprehensif, maka dokter dapat pula menyarankan tes lanjutan, seperti pemeriksaan darah lengkap dan analisa urin.
Prinsip penanganan kasus ini adalah mengobati secepat-cepatnya. Mengapa? Karena setidaknya 1 dari 10 pasien ditemukan meninggal sekalipun sudah mendapat pengobatan. Penyebab utamanya ditenggarai karena selaput putih keabuan yang terbentuk dapat memicu penyumbatan saluran napas.
Tidak ingin hal tersebut terjadi, segera tangani pasien difteri dengan opsi berikut ini
Penanganan umum
Mengisolasi pasien -hal ini dikarenakan penyakit sangat mudah menular. Isolasi dilakukan ±48 jam setelah pemberian antibiotik. Selain itu, sarankan pula pasien untuk menjalani bed rest, dan pantau terus perkembangannya.
Pengobatan
Pengobatan penyakit ini meliputi penggunaan antitoxin yang ditujukan untuk menetralkan racun atau toxin yang dikeluarkan oleh bakteri. Berikut beberapa jenis antitoxin yang umum diresepkan dokter:
Antidiphtheria serum(ADS), biasanya diberikan selama 2 hari. Cepat atau lambatnya pemberian antitoksin sangat mempengaruhi tingkat kematian pasien. Penundaan pemberian lebih dari 4 hari menimbulkan risiko kematian sebesar 25%. Sebelum diberikan antitoxin pasien wajib melakukan tes kulit dikarenakan ADS dapat memicu reaksi alergi. Antibiotik yang biasa diberikan untuk membasmi bakteri adalah Penisilin Prokain (PP) nKortikosteroid -seperti prednison-juga biasa diberikan selama 2 minggu untuk mengurangi peradangan pada saluran napas.
Saat menjalani rawat inap, biasanya dokter akan menganjurkan pemeriksaan EKG (rekam jantung), pemeriksaan darah lengkap,dan analisa urin setiap minggu untuk memantau ada tidaknya komplikasi pada jantung atau ginjal.
Difteri adalah infeksi akut yang disebabkan oleh basil Corynebacterium diphtheriare. Umumnya menyerang saluran pernapasan atas, basil ini awalnya akan membentuk pseudomembran (lapisan putih keabu- abuan) dan menghasilkan toksin yang mulanya bersifat lokal. Namun, secara perlahan toksin ini akan menyebar ke seluruh tubuh lewat saluran getah bening dan pembuluh darah. Dampaknya, pasien berisiko besar mengalami infeksi di beberapa organ penting tubuh, semisal kelenjar getah bening, jantung, ginjal, dan jaringan saraf.
Kuman hidup dan berkembang biak pada saluran nafas bagian atas, tetapi dapat juga pada vulva, kulit, mata, walaupun jarang terjadi. Pada tempat-tempat tersebut kuman membentuk Pseudomembran dan melepaskan eksotoksin. Pseudomembran timbul lokal kemudian menjalar dari faring, tonsil, laring, dan saluran nafas atas. Kelenjar getah bening sekitarnya akan membengkak dan mengandung toksin. Eksotoksin bila mengenai jaringan saraf perifer sehingga timbul paralisis terutama oto-otot pernafasan. Toksin juga dapat menimbulkan nekrosis fokal pada hati dan ginjal, yang dapat menimbulkan nefritis interstitialis.
Difteri adalah infeksi akut yang disebabkan oleh basil Corynebacterium diphtheriare. Umumnya menyerang saluran pernapasan atas, basil ini awalnya akan membentuk pseudomembran (lapisan putih keabu- abuan) dan menghasilkan toksin yang mulanya bersifat lokal.
Difteri pernah menjadi penyebab utama kematian anak-anak secara global. Di AS, tercatat 206.000 kasus penyakit ini pada tahun 1921; dengan 15.520 kasus di antaranya berakhir dengan kematian. Pasca ditemukan vaksinnya, angka kasus penyakit ini kemudian turun secara dratis -setidaknya itulah yang tercermin di AS dan negara-negara lainnya. Indonesia termasuk negara endemik difteria; dengan jumlah kasus tertinggi menimpa anak usia 2-5 tahun. Namun, demografi ini terbukti dapat ditekan jumlahnya dengan penerapan jadwal imunisasi yang teratur dan tepat waktu.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, difteri disebabkan oleh infeksi Corynebacterium diphtheriare. Basil ini dapat menular dari orang ke orang melalui berbagai cara, mulai dari kontak langsung hingga paparan lendir (ingus).
Waspada! Selain keluar saat pasien batuk atau bersin, lendir juga dapat menempel di benda-benda rumah tangga. Nah, ketika Anda memakai alat tersebut, maka besar kemungkinan Anda akan turut terkena penyakit yang sama. Selain menempel di benda rumah tangga, lendir juga bisa menginfeksi tubuh lewat luka basah/terbuka. Karenanya, ada baiknya bagi Anda untuk menghindari kontak dengan penderita; setidaknya hingga luka mulai mengering.
Berikut beberapa faktor yang menyebabkan seseorang lebih berisiko terkena penyakit ini:
- Tinggal di lingkungan yang padat penduduk
- Kurang mendapatkan asupan gizi dan nutrisi yang baik
- Tinggal di area yang tidak terjangkau layanan kesehatan
- Latar belakang sosial & ekonomi yang rendah
Gejala difteri biasanya muncul 2-6 hari setelah tubuh terpapar basil. Tanda khas penyakit ini adalah ditemukannya lapisan putih keabu- abuan pada tenggorokan. Lapisan ini terbentuk dari akumulasi sel- sel dinding saluran napas yang rusak akibat toksin yang dikeluarkan oleh bakteri. Lebih lanjut, toksin yang dihasilkan pun dapat memicu beragam keluhan, seperti tubuh lemas, nyeri tenggorokan, demam, dan pembengkakan pada leher (dikenal dengan istilah ‘leher kerbau’ atau bull neck).
Gejala umum: demam ringan-sedang, lemas, dan nyeri kepala. Manifestasi spesifik (sesuai lokalisasi), seperti pilek, nyeri menelan, sesak napas, serta napas mengorok. Manifestasi lokal: Difteri Hidung , ditandai dengan pilek ringan serta produksi ingus kental berwarna kuning. Difteri tonsil (amandel), ditandai dengan demam ringan, munculnya lapisan putih keabuan, nyeri tenggorokan, nyeri menelan, perubahan suara,serta pembesaran kelenjar getah bening. Laringotrakeal, ditandai dengan terhambatnya saluran pernapasan. Hal ini terjadi karena infeksi sudah menyebar hingga ke faring.
Difteri kulit, biasanya mendera daun telinga, selaput mata, pusar, serta vagina.
Untuk mendiagnosa kondisi pasien, dokter akan menelaah beberapa aspek, seperti manifestasi klinis, pemeriksaan labratorium berupa tes dahak, kultur dari usap tenggorok, serta riwayat imunisasi. Jika hasilnya dirasa kurang komprehensif, maka dokter dapat pula menyarankan tes lanjutan, seperti pemeriksaan darah lengkap dan analisa urin.
Prinsip penanganan kasus ini adalah mengobati secepat-cepatnya. Mengapa? Karena setidaknya 1 dari 10 pasien ditemukan meninggal sekalipun sudah mendapat pengobatan. Penyebab utamanya ditenggarai karena selaput putih keabuan yang terbentuk dapat memicu penyumbatan saluran napas.
Tidak ingin hal tersebut terjadi, segera tangani pasien difteri dengan opsi berikut ini
Penanganan umum
Mengisolasi pasien -hal ini dikarenakan penyakit sangat mudah menular. Isolasi dilakukan ±48 jam setelah pemberian antibiotik. Selain itu, sarankan pula pasien untuk menjalani bed rest, dan pantau terus perkembangannya.
Pengobatan
Pengobatan penyakit ini meliputi penggunaan antitoxin yang ditujukan untuk menetralkan racun atau toxin yang dikeluarkan oleh bakteri. Berikut beberapa jenis antitoxin yang umum diresepkan dokter:
Antidiphtheria serum(ADS), biasanya diberikan selama 2 hari. Cepat atau lambatnya pemberian antitoksin sangat mempengaruhi tingkat kematian pasien. Penundaan pemberian lebih dari 4 hari menimbulkan risiko kematian sebesar 25%. Sebelum diberikan antitoxin pasien wajib melakukan tes kulit dikarenakan ADS dapat memicu reaksi alergi. Antibiotik yang biasa diberikan untuk membasmi bakteri adalah Penisilin Prokain (PP) nKortikosteroid -seperti prednison-juga biasa diberikan selama 2 minggu untuk mengurangi peradangan pada saluran napas.
Saat menjalani rawat inap, biasanya dokter akan menganjurkan pemeriksaan EKG (rekam jantung), pemeriksaan darah lengkap,dan analisa urin setiap minggu untuk memantau ada tidaknya komplikasi pada jantung atau ginjal.
Posting Komentar