Akbarpost/Tahun 1840 Heine untuk pertama kali mengumpulkan beberapa kasus di poliomyelitis di Jerman. Tahun 1890 medin di stockholm mengemukakan gambaran epidemi poliomyelitis. Atas jasa-jasa penemuan kedua sarjana ini maka penyakit tersebut juga disebut penyakit Heine-Medin. Sekitar 40-50 tahun yang llau di Eropa Utara pasien poliomyelitis terbanyak terjadi pada umur 0-4 tahun; kemudian berubah menjadi 5-9 tahun dan kini di Swedia pada umur 7-15 tahun.
Di Indonesia penyakit poliomyelitis orang dewasa jarang terjadi. Di Sub bagian Ilmu Kesehatan Anak RSCM-FKUI Jakarta antara tahun 1953-1957 terdapat 21 pasien yang dirawat, 2/3 diantaranya umur 1-5 tahun. Virus poliomyelitis tergolong dalam enterovirus yang filtrabel. Dapat diisolasi 3 strian virus ialah tipe 1 (Brunhilde), Tipe 2 (Lanzig), dan Tipe 3 (Leon).
Infeksi dapat terjadi oleh satu atau lebih tipe tersebut yang dapat dibuktikan dengan ditemukan 3 macam zat anti dalam serum seorang pasien. Epidemi yang luas dan ganas biasanya disebabkan oleh virus tipe 1, epidemi yang ringan tipe 3 dan tipe 2 kadang-kadang menyebabkan kasus yang sporadik.
Proses Penularan
Virus masuk melalui mulut dan hidung lalu berkembang biak didalam tenggorokan dan saluran pencernaan dan usus. Selanjutnya diserap dan disebarkan melalui sistem pembuluh darah dan getah bening. Penularan virus terjadi secara langsung melalui beberapa cara yaitu :
Fekal- oral (dari tinja ke mulut)
Maksudnya, melalui minuman atau makanan yang tercemar virus polio yang berasal dari tinja penderita lalu masuk kemulut orang yang sehat.
Oral-oral ( dari mulut kemulut)
Yaitu melalui perikan ludah atau air liur penderita yang masuk kemulut orang yang sehat.
Gambaran Klinik
Masa inkubasi viru polio biasanya berkisar 3-35 hari. Gejala umum serangannya adalah pengidap mendadaklumpuh pada salah satu anggota gerak setelah demam 2-5 hari. Berikut fase-fase infeksi virus tersebut :
Stadium akut
Yaitu fase sejak adnaya gejala klinis hingga 2 minggu. Ditandai dengan suhu tubuh yang meningkat. Kadang disertai sakit kepala dan muntah-muntah. Kelumpuhan terjadi akibat kerusakan sel-sel motor neuron di bagian tulang belakang (Medula spinalis). Lantaran invasi virus, kelumpuhan ini bersifat asimetris sehingga cenderung menimbulkan gangguan bentuk tubuh yang menetap. Kelumpuhan yang terjadi sebagian besar pada tungkai kaki (78,6 %), sedangkan 41,4 % pada lengan.
Stadium sub akut
Yaitu fase 2 minggu – 2 bulan. Ditandai dengan menghilangnya demam dalam waktu 24 jam. Kadang disertai kekakuan oto dan nyeri oto ringan. Terjadi kelumpuhan anggota gerak yang layuh dan biasanya salah satu sisi saja.
Stadium koonvalescent
Yaitu fase 2 bulan – 2 tahun. Ditandai dengan pulihnya kekuatan otot yang sebelumnya lemah. Sekitar 50-70% fungi otot pulih dalam waktu 6-9 bulan setelah fase akut. Selanjutnya setelah 2 tahun diperkirakan tidak terjadi lagi pemuliham kekuatan otot.
Stadium kronik
Yaitu lebih dari 2 tahun. Kelumpuhan otot yang terjadi sudah bersifat permanen.
Gambaran Klinis dapat berupa :
Poliomielitis asimtomatik, Setelh masa inkubasi 7-10 hari, karena daya tahan tubuh maka tidak terjadi gejala klini sama sekali. Pada suatu epidemi diperkirakan terdapat pada 90-95% penduduk danmenyebabkan imunitas terhadap virus tersebut.
Poliomielitis abortif, Diduga secara klinik hanya pada daerah yang terserang epidemi terutama yang diketahui kontak dengan pasien poliomyelitis yang jelas. Diperkirakan terdapat 4-8 % penduduk pada sutu epidemi. Timbul mendadak berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Gejala berupa infeksi virus seperti : malaise, anoreksia, muntah, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, konstipasi dan nyeri abdomen.
Poliomielitis non-paralitik, Gejalal klinik sama dengan poliomyelitis abortif hanya nyeri kepala, nausea dan muntah lebih hebat.Gejala ini timbul 1-2 hari. Kadang-kadang diikuti penyembuhan sementara untuk kemudian remisi demam atau masuk kedalam fase 2 yaitu dengan nyeri otot. Khas pada penyakit iniadalah nyeri dan kaku otot pada belakang leher, tubuh dan tungkai.
Poliomielitis paralitik, Gejala sama dengan non-paralitik disertai kelemahan satu atau kumpulan otot skelet. Timbul paralysis akut.
Upaya Pencegahan
Eradikasi polio, Dalam World Health Assembly tahun 1988 yang diikuti oleh sebagian besar Negara diseluruh penjuru dunia dibuat, kesepakatan untuk melakukan Eradikasi polio (ERAPO) tahun 2000, artinya dunia bebas polio. Program ni terdiri dari pemberian imunisasi polio secara rutin.
Survailance akut flaccid paraliysisi (AFP), Yaitu mencari penderita yang dicurigai lumpuh layu. Mereka harus diperiksa tinjanya untuk mengetahui apakah karena polio atau bukan. Surveilans AFP bertujuan untuk memantau adanya penyebaran virus polio liar di suatu wilayah, sehingga upaya-upaya pemberantasannya menjadi terrokus dan efisien.
Sebagaimana kita ketahui, sebagian besar kasus poliomyelitis yamg menimbulkan kelumpuhan. Dalam surveilans AFP, pengamatan difokuskan pada kasus poliomyelitis yang mudah diidentifikasi, yaitu penyakit poliomyelitis paralitik.
Untuk meningkatkan sensitivitas surveilans AFP, maka pengamatan dilakukan pada semua kelumpuhan yang terjadi secara akut dan sifatnya Flaccid (Layuh), seperti sifat kelumpuhan pada poliomyelitis. Penyakit ini yang mempunyai sifat kelumpuhan seperti poliomyelitis disebut kasus Accute Flaccid Paralyisis dan pengamatannya disebut Survailans AFP (SAFP).
Mopping Up, Artinya tindakan vaksinasi missal terhadap anak usia dibawah 5 tahun didaerah ditemukannya penderita polio tanpa melihat status imunisasi polio sebelumnya.
Di Indonesia penyakit poliomyelitis orang dewasa jarang terjadi. Di Sub bagian Ilmu Kesehatan Anak RSCM-FKUI Jakarta antara tahun 1953-1957 terdapat 21 pasien yang dirawat, 2/3 diantaranya umur 1-5 tahun. Virus poliomyelitis tergolong dalam enterovirus yang filtrabel. Dapat diisolasi 3 strian virus ialah tipe 1 (Brunhilde), Tipe 2 (Lanzig), dan Tipe 3 (Leon).
Infeksi dapat terjadi oleh satu atau lebih tipe tersebut yang dapat dibuktikan dengan ditemukan 3 macam zat anti dalam serum seorang pasien. Epidemi yang luas dan ganas biasanya disebabkan oleh virus tipe 1, epidemi yang ringan tipe 3 dan tipe 2 kadang-kadang menyebabkan kasus yang sporadik.
Proses Penularan
Virus masuk melalui mulut dan hidung lalu berkembang biak didalam tenggorokan dan saluran pencernaan dan usus. Selanjutnya diserap dan disebarkan melalui sistem pembuluh darah dan getah bening. Penularan virus terjadi secara langsung melalui beberapa cara yaitu :
Fekal- oral (dari tinja ke mulut)
Maksudnya, melalui minuman atau makanan yang tercemar virus polio yang berasal dari tinja penderita lalu masuk kemulut orang yang sehat.
Oral-oral ( dari mulut kemulut)
Yaitu melalui perikan ludah atau air liur penderita yang masuk kemulut orang yang sehat.
Gambaran Klinik
Masa inkubasi viru polio biasanya berkisar 3-35 hari. Gejala umum serangannya adalah pengidap mendadaklumpuh pada salah satu anggota gerak setelah demam 2-5 hari. Berikut fase-fase infeksi virus tersebut :
Stadium akut
Yaitu fase sejak adnaya gejala klinis hingga 2 minggu. Ditandai dengan suhu tubuh yang meningkat. Kadang disertai sakit kepala dan muntah-muntah. Kelumpuhan terjadi akibat kerusakan sel-sel motor neuron di bagian tulang belakang (Medula spinalis). Lantaran invasi virus, kelumpuhan ini bersifat asimetris sehingga cenderung menimbulkan gangguan bentuk tubuh yang menetap. Kelumpuhan yang terjadi sebagian besar pada tungkai kaki (78,6 %), sedangkan 41,4 % pada lengan.
Stadium sub akut
Yaitu fase 2 minggu – 2 bulan. Ditandai dengan menghilangnya demam dalam waktu 24 jam. Kadang disertai kekakuan oto dan nyeri oto ringan. Terjadi kelumpuhan anggota gerak yang layuh dan biasanya salah satu sisi saja.
Stadium koonvalescent
Yaitu fase 2 bulan – 2 tahun. Ditandai dengan pulihnya kekuatan otot yang sebelumnya lemah. Sekitar 50-70% fungi otot pulih dalam waktu 6-9 bulan setelah fase akut. Selanjutnya setelah 2 tahun diperkirakan tidak terjadi lagi pemuliham kekuatan otot.
Stadium kronik
Yaitu lebih dari 2 tahun. Kelumpuhan otot yang terjadi sudah bersifat permanen.
Gambaran Klinis dapat berupa :
Poliomielitis asimtomatik, Setelh masa inkubasi 7-10 hari, karena daya tahan tubuh maka tidak terjadi gejala klini sama sekali. Pada suatu epidemi diperkirakan terdapat pada 90-95% penduduk danmenyebabkan imunitas terhadap virus tersebut.
Poliomielitis abortif, Diduga secara klinik hanya pada daerah yang terserang epidemi terutama yang diketahui kontak dengan pasien poliomyelitis yang jelas. Diperkirakan terdapat 4-8 % penduduk pada sutu epidemi. Timbul mendadak berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Gejala berupa infeksi virus seperti : malaise, anoreksia, muntah, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, konstipasi dan nyeri abdomen.
Poliomielitis non-paralitik, Gejalal klinik sama dengan poliomyelitis abortif hanya nyeri kepala, nausea dan muntah lebih hebat.Gejala ini timbul 1-2 hari. Kadang-kadang diikuti penyembuhan sementara untuk kemudian remisi demam atau masuk kedalam fase 2 yaitu dengan nyeri otot. Khas pada penyakit iniadalah nyeri dan kaku otot pada belakang leher, tubuh dan tungkai.
Poliomielitis paralitik, Gejala sama dengan non-paralitik disertai kelemahan satu atau kumpulan otot skelet. Timbul paralysis akut.
Upaya Pencegahan
Eradikasi polio, Dalam World Health Assembly tahun 1988 yang diikuti oleh sebagian besar Negara diseluruh penjuru dunia dibuat, kesepakatan untuk melakukan Eradikasi polio (ERAPO) tahun 2000, artinya dunia bebas polio. Program ni terdiri dari pemberian imunisasi polio secara rutin.
Survailance akut flaccid paraliysisi (AFP), Yaitu mencari penderita yang dicurigai lumpuh layu. Mereka harus diperiksa tinjanya untuk mengetahui apakah karena polio atau bukan. Surveilans AFP bertujuan untuk memantau adanya penyebaran virus polio liar di suatu wilayah, sehingga upaya-upaya pemberantasannya menjadi terrokus dan efisien.
Sebagaimana kita ketahui, sebagian besar kasus poliomyelitis yamg menimbulkan kelumpuhan. Dalam surveilans AFP, pengamatan difokuskan pada kasus poliomyelitis yang mudah diidentifikasi, yaitu penyakit poliomyelitis paralitik.
Untuk meningkatkan sensitivitas surveilans AFP, maka pengamatan dilakukan pada semua kelumpuhan yang terjadi secara akut dan sifatnya Flaccid (Layuh), seperti sifat kelumpuhan pada poliomyelitis. Penyakit ini yang mempunyai sifat kelumpuhan seperti poliomyelitis disebut kasus Accute Flaccid Paralyisis dan pengamatannya disebut Survailans AFP (SAFP).
Mopping Up, Artinya tindakan vaksinasi missal terhadap anak usia dibawah 5 tahun didaerah ditemukannya penderita polio tanpa melihat status imunisasi polio sebelumnya.
Posting Komentar